Cessie

Cessie atau penyerahan piutang atas nama adalah suatu pengalihan atau pengoperan hak tagih. 1Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, Bandung: Citra Aditya, 2010, Hlm. 185. Cessie mempunyai sifat yang dualistis, maksudnya ialah cessie dapat dipandang dari dua sudut pandang yang berbeda, yaitu dari sudut pandang hukum benda dan dari sudut pandang hukum perikatan. 2Ibid. Cessie diatur dalam Pasal 613 KUH Perdata yang merupakan bagian dari Buku Kedua KUH Perdata yang mengatur mengenai kebendaan. Dari sudut pandang hukum perikatan, cessie dapat dikategorikan sebagai suatu lembaga dan sarana hukum untuk terjadinya pergantian kreditur. 3Ibid.

Melalui cessie, seseorang yang mempunyai hak tuntut atas piutang atas nama atau hak kebendaan tak bertubuh lainnya (kreditur) dapat mengalihkan hak tersebut kepada pihak ketiga. Dengan adanya peralihan atau penyerahan tersebut, maka pihak ketiga akan menggantikan kedudukan kreditur. 4Ibid. Sebagai salah satu sarana hukum untuk terjadinya penggantian kreditur, cessie memiliki kemiripan dengan subrogasi dan novasi subyektif aktif. Namun cessie bukanlah penyebab berakhirnya perikatan.

Cessie biasanya terjadi karena kreditur membutuhkan uang. Sehingga ia menjual piutangnya kepada pihak ketiga yang akan menerima pembayaran dari debitur pada saat piutang tersebut jatuh tempo. Pihak yang mengalihkan atau menyerahkan disebut cedent. Sedangkan pihak yang menerima pengalihan atau penyerahan disebut cessionaris. Lalu debitur dari tagihan yang dialihkan atau diserahkan disebut cessus (debitur-cessus). 5Ibid., Hlm. 186.

Formalitas yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu cessie diatur dalam Pasal 613 KUH Perdata, yaitu:

  1. Penyerahan piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya dilakukan dengan jalan membuat sebuah akta otentik atau akta di bawah tangan. Penyerahan tersebut harus diberitahukan kepada debitur atau secara tertulis diakui atau disetujui oleh debitur.
  2. Penyerahan piutang karena surat bawa dilakukan dengan penyerahan surat itu.
  3. Penyerahan piutang karena surat tunjuk dilakukan dengan penyerahan surat dengan disertai endosemen.

Tidak semua hak tagih dapat dialihkan. Hal ini disebabkan karena adanya pembatasan terhadap cessie yang terjadi apabila perjanjian di antara para pihak memuat beding piutang tidak dapat dialihkan atau dijaminkan. Alasan lain adalah karena undang-undang atau sifat dari hak itu sendiri yang apabila dialihkan akan melanggar kepentingan umum. 6Ibid., Hlm. 186-187. Contoh larangan pengalihan hak tagih karena undang-undang dapat kita temukan dalam Pasal 1468, Pasal 160. g, dan Pasal 1664 KUH Perdata. 7Ibid., Hlm. 187-188. Sedangkan contoh hak tagih yang karena sifatnya tidak dapat dialihkan adalah:

  1. Alimentasi
  2. Uang pensiun atau tunjangan sosial
  3. Hak tagih yang dijanjikan tidak dapat dialihkan. 8Ibid., Hlm. 188-189.

Referensi

Referensi
1 Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, Bandung: Citra Aditya, 2010, Hlm. 185.
2 Ibid.
3 Ibid.
4 Ibid.
5 Ibid., Hlm. 186.
6 Ibid., Hlm. 186-187.
7 Ibid., Hlm. 187-188.
8 Ibid., Hlm. 188-189.

2 thoughts on “Cessie”

Leave a Comment