Hak bezit atau kedudukan berkuasa adalah salah satu hak kebendaan yang diatur dalam Pasal 529 – 569 Burgerlijk Wetboek (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, disingkat KUH Perdata). Menurut Pasal 529 KUH Perdata, kedudukan berkuasa adalah kedudukan seseorang yang menguasai suatu kebendaan, baik dengan diri sendiri, maupun dengan perantaraan orang lain, dan yang mempertahankan atau menikmatinya selaku orang yang memiliki kebendaan tersebut.
Bezit kemudian dapat dibedakan menjadi: 1Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata: Hukum Benda, Yogyakarta: Liberty, 2000, Hlm. 86.
- Bezit yang beritikad baik, yakni apabila si pemegang kedudukan berkuasa memperoleh kebendaan dengan cara memperoleh hak milik, di mana ia tidak mengetahui adanya cacat atau kekurangan yang terdapat di dalamnya (Pasal 531 KUH Perdata).
- Bezit yang beritikad buruk, yakni apabila si pemegang kedudukan berkuasa mengetahui bahwa benda yang ada padanya bukan miliknya (Pasal 532 KUH Perdata).
Pasal 533 KUH Perdata menentukan bahwa setiap pemegang kedudukan berkuasa selalu dianggap beritikad baik dan tuduhan bahwa si pemegang kedudukan berkuasa beritikad buruk harus dibuktikan oleh orang yang menuduh. Dengan demikian selama tidak terbukti adanya itikad buruk, maka setiap orang harus dianggap memegang kedudukan berkuasa untuk diri sendiri.
Terdapat dua syarat yang harus dipenuhi untuk adanya bezit: 2Ibid., Hlm. 84.
- Corpus, yaitu hubungan antara orang yang bersangkutan dengan bendanya.
- Animus, yaitu hubungan antara orang dengan bendanya harus dikehendaki oleh yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan kehendak adalah kehendak yang sempurna, yaitu bukan kehendak dari anak kecil atau orang gila.
Adapun fungsi dari bezit adalah sebagai berikut: 3Ibid., Hlm. 84 – 85.
- Fungsi polisionil, yaitu bezit mendapat perlindungan dari hukum. Sesuai dengan ketentuan Pasal 533 KUH Perdata, setiap orang mendapat perlindungan hukum atas suatu benda sampai terbukti di muka pengadilan bahwa ia sebenarnya tidak berhak.
- Fungsi zakenrechtelijk, apabila bezit berlangsung terus selama jangka waktu tertentu dan tidak ada protes dari pemilik sebelumnya, maka bezit akan berubah menjadi hak milik. Pada keadaan ini dikenal lembaga verjaring, Namun fungsi ini hanya berlaku pada burgerlijk bezit saja. Yang dimaksud dengan burgerlijk bezit adalah suatu bezit yang si pemegang bezit memang berkehendak untuk mempunyai barang itu bagi dirinya sendiri. Burgerlijk bezit berbeda dengan detentie, dimana si pemegang bezit memperoleh kedudukannya berdasarkan pada suatu hubungan hukum dengan orang lain.
Pada prinsipnya suatu bezit dapat diperoleh dengan dua cara, yaitu: 4Ibid., Hlm. 88 – 89.
- Dengan jalan occupatio (mendaku atau menduduki bendanya), yaitu memperoleh bezit dengan cara yang mandiri, tanpa bantuan dari orang yang lebih dahulu membezit. Misalnya nelayan yang memancing ikan di laut.
- Dengan jalan traditio (penyerahan bendanya), yaitu memperoleh bezit dengan bantuan dari orang yang terlebih dahulu membezit.
Selain melalui kedua cara tersebut, bezit juga dapat diperoleh melalui pewarisan. 5P.N.H. Simanjuntak, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, Jakarta: Djambatan, 2009, Hlm. 215. Pasal 541 KUH Perdata menentukan bahwa kedudukan berkuasa seseorang yang meninggal dunia, atas segala apa yang sewaktu hidup dikuasainya, pada saat meninggalnya beralih ke tangan ahli warisnya, dengan segala sifat dan aib celanya.
Seseorang dapat kehilangan bezit karena beberapa hal, yaitu: 6Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Op.Cit., Hlm. 95.
- Binasanya benda
- Hilangnya benda
- Orang membuang benda itu
- Orang lain memperoleh bezit itu dengan jalan traditio atau occupatio.
Referensi
↑1 | Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata: Hukum Benda, Yogyakarta: Liberty, 2000, Hlm. 86. |
---|---|
↑2 | Ibid., Hlm. 84. |
↑3 | Ibid., Hlm. 84 – 85. |
↑4 | Ibid., Hlm. 88 – 89. |
↑5 | P.N.H. Simanjuntak, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, Jakarta: Djambatan, 2009, Hlm. 215. |
↑6 | Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Op.Cit., Hlm. 95. |