Tujuan dibentuknya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) adalah untuk mengakhiri peraturan-peraturan peninggalan pemerintah kolonial Belanda yang bersifat diskriminatif dan menindas rakyat (baca artikel Sejarah Hukum Agraria). UUPA dengan tegas mencabut beberapa peraturan di bidang hukum agraria yang merupakan warisan penjajah, yaitu: 1Dapat ditemukan di bagian konsideran dari UUPA.
- Pasal 51 Wet op de Staatsinrichting van Nederlands Indie (S. 1925-447) yang salah satu isinya adalah mengenai Agrarische Wet (S. 1870-55);
- Pernyataan domein, yaitu:
- Domeinverklaring yang terdapat dalam Pasal 1 Agrarisch Besluit (s. 1870-118);
- Algemene Domeinverklaring (S. 1875-119a);
- Domein Verklaring untuk Sumatera (S. 1874-94f);
- Domein Verklaring untuk Keresidenan Menado (S. 1877-55);
- Domein Verklaring untuk Residentie Zuider en Oosterafdeling van Borneo (S. 1888-58);
- Koninklijk Besluit (S. 1872-117); dan
- Buku II KUH Perdata sepanjang mengenai bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, kecuali ketentuan-ketentuan mengenai hypotheek.
Agrarische Wet
Agrarische Wet (S. 1870-55) adalah sebuah undang-undang yang dibuat di Belanda yang kemudian diberlakukan di Indonesia sebagai ayat-ayat tambahan dari Pasal 62 Regerings Reglement Hindia Belanda tahun 1854. Pasal 62 Regerings Reglement tersebut kemudian menjadi Pasal 51 Indische Staatsregeling pada tahun 1925. 2Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jakarta: Djambatan, 2005, Hlm. 33.
Tujuan dari diberlakukannya Agrarische Wet di Hindia Belanda adalah untuk membuka kemungkinan dan memberikan jaminan hukum kepada para pengusaha swasta agar dapat berkembang di Hindia Belanda. 3Ibid., Hlm. 38. Agrarische Wet membuka peluang bagi para pengusaha swasta untuk mendapatkan tanah yang masih berupa hutan dari pemerintah. Tanah tersebut kemudian dijadikan perkebunan dengan hak erfpacht yang jangka waktunya bisa mencapai 75 tahun. 4Ibid. Selain penguasaan tanah dengan hak erfpacht, Agrarische Wet juga membuka peluang untuk penggunaan tanah milik rakyat dengan sistem sewa. 5Ibid.
Pernyataan Domein (Domein Verklaring)
Pasal 1 Agrarisch Besluit (s. 1870-118) memuat ketentuan sebagai berikut:
Dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan dalam Pasal 2 dan 3 Agrarische Wet, tetap dipertahankan asas, bahwa semua tanah yang pihak lain tidak dapat membuktikan sebagai hak eigendomnya, adalah domein (milik) negara. 6Ibid., Hlm. 42.
Ketentuan tersebut dipandang kurang menghargai hak-hak rakyat yang tunduk pada hukum adat. 7Ibid., Hlm. 41. Pada praktiknya, domain verklaring berfungsi sebagai berikut:
- Landasan hukum bagi pemerintah (negara) selaku pemilik tanah untuk memberikan tanah dengan hak-hak barat.
- Untuk kepentingan pembuktian pemilikan. 8Ibid., Hlm. 43.
Domein verklaring dipandang merugikan rakyat karena pemerintah kolonial dapat mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya dengan cara memindahkan hak eigendom kepada pihak yang meminta dengan disertai pembayaran harganya. Selain itu dari segi hukum acara, domein verklaring juga dapat menimbulkan kerugian karena beban pembuktian ada pada pihak rakyat, walaupun pemerintah kolonial yang mengajukan gugatan. Hal ini sangat bertentangan dengan prinsip pembuktian yang menyatakan bahwa beban pembuktian ada pada pihak yang mendalilkan. 9Ibid., Hlm. 44.
Koninlijk Besluit
Koninlijk Besluit merupakan keputusan raja yang mengatur mengenai hak agrarische eigendom. Agrarische eigendom adalah hak yang bertujuan untuk memberikan kepada orang-orang Indonesia asli (pribumi/bumiputera) suatu hak yang kuat atas sebidang tanah. 10H. Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria (Pertanahan Indonesia) Jilid 1, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2004, Hlm. 63. Tujuan dari pemberlakuan Koninlijk Besluit adalah untuk memberikan kepada golongan bumiputera hak yang kuat, yang pasti (karena terdaftar) dan yang dapat dibebani dengan hypotheek. 11Ibid., Hlm. 65. Namun dalam praktiknya kesempatan tersebut tidak banyak digunakan. 12Ibid.
Buku II KUH Perdata
Tidak semua ketentuan dalam Buku II KUH Perdata yang dihapus, melainkan hanya ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Ketentuan-ketentuan yang dimaksud adalah:
- Titel satu tentang Benda dan Pembedaannya (Pasal 508, 520-525).
- Titel dua tentang Bezit (Pasal 545, 552, 553, 562, dan 565).
- Titel tiga tentang Eigendom (Pasal 571, 586, 587, 589-605 dan 616-624).
- Titel empat tentang Hak/Kewajiban Sesama Tetangga (Pasal 625-672).
- Titel enam tentang Servituut (Pasal 674-710).
- Titel tujuh tentang Opstal (Pasal 711-719).
- Titel delapan tentang Erfpacht (Pasal 720-736).
- Titel sembilan tentang Grondrenten dan Tienden (Pasal 737-755).
- Titel sepuluh tentang Vruchgebruik (Pasal 760 ayat 1, 762, 766-771, 773-777,, 795-797, 799, 802, 811 ayat 2 dan 3, serta Pasal 812).
- Titel sebelas tentang Gebruik dan Bewoning (Pasal 821, 825 dan 829). 13Op.Cit., Boedi Harsono, Hlm. 140-141.
Sedangkan terhadap ketentuan-ketentuan mengenai hypotheek atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah menjadi tidak berlaku sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah. Namun ketentuan mengenai hypotheek masih tetap berlaku terhadap benda bukan tanah, yaitu kapal dengan isi bruto lebih dari 20 meter kubik (Pasal 314 KUH Dagang).
Referensi
↑1 | Dapat ditemukan di bagian konsideran dari UUPA. |
---|---|
↑2 | Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jakarta: Djambatan, 2005, Hlm. 33. |
↑3 | Ibid., Hlm. 38. |
↑4 | Ibid. |
↑5 | Ibid. |
↑6 | Ibid., Hlm. 42. |
↑7 | Ibid., Hlm. 41. |
↑8 | Ibid., Hlm. 43. |
↑9 | Ibid., Hlm. 44. |
↑10 | H. Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria (Pertanahan Indonesia) Jilid 1, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2004, Hlm. 63. |
↑11 | Ibid., Hlm. 65. |
↑12 | Ibid. |
↑13 | Op.Cit., Boedi Harsono, Hlm. 140-141. |
Ternyata oh ternyata, memang hukum kolonial itu sebaiknya dienyahkan dari muka bumi nusantara, agar bangsa ini lebih berdaulat.
kalau sejak indonesia merdeka iya gk cocok kita pakai hukum belanda ya pakai hukun indonesia tapi bagaimana orang indonesia yang membayar sama kolonial belanda untuk memiliki tanah apa mau diambil saja karena produk belanda … adil kah