Setiap manusia adalah subyek hukum yang memiliki hak dan kewajiban. Namun tidak semua orang cakap dalam melakukan perbuatan hukum. Menurut ketentuan Pasal 1330 Burgerlijk Wetboek (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah:
- orang-orang yang belum dewasa
- mereka yang ditaruh di bawah pengampuan
- para istri, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.
Orang-orang yang belum dewasa (minderjarig) menurut ketentuan Pasal 330 ayat 1 Burgerlijk Wetboek adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun, dan tidak lebih dahulu telah kawin. Pada ayat 2 menentukan bahwa apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum umur mereka genap dua puluh satu tahun, maka mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa.
Mengenai orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan, menurut Pasal 433 Burgerlijk Wetboek ada 3 alasan untuk pengampuan, yaitu: 1R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, Hukum Orang dan Keluarga (Personen en Familie-Recht), Surabaya: Airlangga University Press, 1991, Hlm. 237.
- Keborosan (verkwisting)
- Lemah akal budinya (zwakheid van vermogen), misalnya imbisil atau debisil
- Kekurangan daya berpikir: sakit ingatan (krankzinnigheid), dungu (onnozelheid), dan dungu disertai sering mengamuk (razernij)
Bagi para istri, ketentuan tersebut sudah tidak berlaku seiring dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan). Pasal 31 ayat (2) UU Perkawinan menentukan bahwa masing-masing pihak berhak untuk melakukan pebuatan hukum.
Referensi
↑1 | R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, Hukum Orang dan Keluarga (Personen en Familie-Recht), Surabaya: Airlangga University Press, 1991, Hlm. 237. |
---|