Tempat Tinggal (Domicilie)

Tempat tinggal (domicilie) adalah tempat seseorang harus dianggap selalu hadir dalam hubungannya dengan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban, juga apabila pada suatu waktu ia benar-benar tidak dapat hadir di tempat tersebut. 1R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, Hukum Orang dan Keluarga (Personen en Familie-Recht), Surabaya: Airlangga University Press, 1991, Hlm. 12. Bukan hanya manusia alami yang memiliki tempat tinggal. Badan hukum juga memiliki tempat tinggal. Namun istilah yang digunakan bukanlah tempat tinggal, melainkan tempat kedudukan, yakni tempat kedudukan (kantor) pengurusnya. 2Ibid.

Terdapat dua jenis tempat tinggal, yaitu tempat tinggal sesungguhnya (sebenarnya) dan tempat tinggal yang dipilih. 3Ibid, Hlm. 13.

  1. Tempat tinggal seseungguhnya (Eigenlijke Woonplaats)
    Tempat tinggal sesungguhnya terdiri dari dua jenis, yaitu:
    1. Tempat tinggal sukarela atau mandiri, yaitu tempat tinggal yang tidak terikat atau tidak tergantung pada orang lain. Ia bebas untuk menentukan tempat tinggalnya sendiri. 4P.N.H. Simanjuntak, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, Jakarta: Djambatan, 2009, Hlm. 35.
    2. Tempat tinggal wajib atau menurut hukum, merupakan tempat tinggal yang tergantung atau mengikuti tempat tinggal orang lain. Menurut Pasal 21 dan 22 Burgerlijk Wetboek (KItab Undang-Undang Hukum Perdata), terdapat beberapa orang yang mempunyai tempat tinggal wajib, yaitu: 5R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, Op.Cit., Hlm. 15.
      • Istri, bila tidak dalam keadaan pisah meja dan tempat tidur, maka ia mengikuti tempat tinggal suaminya.
      • Anak-anak yang masih minderjarig, mengikuti tempat tinggal orang tuanya atau walinya.
      • Orang yang berada di bawah pengampuan, tempat tinggalnya adalah di tempat tinggal kurator atau pengampunya.
      • Buruh, betempat tinggal di rumah majikannya, jika mereka ikut tinggal di rumah majikannya.
  2. Tempat tinggal yang dipilih (Gezoken Woonplaats)
    Sesuai dengan ketentuan Pasal 24 Burgerlijk Wetboek, untuk suatu urusan tertentu (hubungan hukum), pihak-pihak yang berkepentingan atau salah satu dari mereka secara bebas berhak memilih tempat tinggal yang lain dari tempat tinggal mereka melalui suatu akta. 6Ibid.

Perpindahan atau perubahan tempat tinggal sesuai dengan ketentuan Pasal 18 Burgerlijk Wetboek dapat terjadi dalam hal: 7Ibid., Hlm. 15.

  1. Rumah tempat tinggal dengan nyata pindah ke tempat lain (kota atau desa)
  2. Terdapat maksud untuk memindahkan tempat tinggal pokok ke tempat tinggal lain sesuai dengan cara yang ditunjukkan oleh Pasal 19 Burgerlijk Wetboek

Apabila tempat tinggal seorang suami, wali atau pengampu berpindah, maka tempat tinggal istri, anak yang belum minderjarig dan atau orang-orang yang berada di bawah pengampuan juga ikut berpindah. 8Ibid.

Selain tempat tinggal, Burgerlijk Wetboek juga mengenal rumah kematian, yaitu tempat tinggal yang terakhir dari orang yang meninggal dunia. Rumah kematian menjadi penting dalam hal pewarisan. Menurut ketentuan Pasal 962 Burgerlijk Wetboek, setelah pewaris meninggal dunia, maka testament tertutup atau testament rahasia harus disampaikan pada Balai Harta Peninggalan yang mewilayahi rumah kematian pewaris. Selain itu Pasla 1057 Burgerlijk Wetboek menentukan bahwa penolakan warisan harus dinyatakan secara tegas di hadapan Panitera Pengadilan Negeri, atau di tempat terbukanya harta warisan (rumah kematian). 9Ibid., Hlm. 17.

Referensi

Referensi
1 R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, Hukum Orang dan Keluarga (Personen en Familie-Recht), Surabaya: Airlangga University Press, 1991, Hlm. 12.
2 Ibid.
3 Ibid, Hlm. 13.
4 P.N.H. Simanjuntak, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, Jakarta: Djambatan, 2009, Hlm. 35.
5 R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, Op.Cit., Hlm. 15.
6 Ibid.
7 Ibid., Hlm. 15.
8 Ibid.
9 Ibid., Hlm. 17.

Leave a Comment