Secara umum perjanjian dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu perjanjian obligatoir dan perjanjian non obligatoir. 1Komariah, Hukum Perdata, Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2002, Hlm. 169. Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang mewajibkan seseorang untuk menyerahkan atau membayar sesuatu. 2Ibid. Sedangkan perjanjian non obligatoir adalah perjanjian yang tidak mewajibkan seseorang untuk menyerahkan atau membayar sesuatu. 3Ibid. Hlm. 171.
Perjanjian obligatoir terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
- Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang membebankan prestasi hanya pada satu pihak. Misalnya perjanjian hibah, perjanjian penanggungan (borgtocht), dan perjanjian pemberian kuasa tanpa upah. Sedangkan perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang membebankan prestasi pada kedua belah pihak. Misalnya jual beli. 4Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, Bandung: Citra Aditya, 2010, Hlm. 54-55.
- Perjanjian cuma-cuma dan perjanjian atas beban. Perjanjian cuma-cuma adalah perjanjian di mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya. Misalnya hibah, pinjam pakai, pinjam meminjam tanpa bunga, dan penitipan barang tanpa biaya. Sedangkan perjanjian atas beban adalah perjanjian yang mewajibkan pihak yang satu untuk melakukan prestasi berkaitan langsung dengan prestasi yang harus dilakukan oleh pihak lain. Contoh perjanjian atas beban adalah jual beli, sewa menyewa, dan pinjam meminjam dengan bunga. 5Ibid. Hlm. 59.
- Perjanjian konsensuil, perjanjian riil dan perjanjian formil. Perjanjian konsensuil adalah perjanjian yang mengikat sejak adanya kesepakatan dari kedua belah pihak. Contohnya perjanjian jual beli dan perjanjian sewa menyewa. 6Komariah, Op.Cit., Hlm. 171. Sedangkan perjanjian riil adalah perjanjian yang tidak hanya mensyaratkan kesepakatan, namun juga mensyaratkan penyerahan obyek perjanjian atau bendanya. Misalnya perjanjian penitipan barang dan perjanjian pinjam pakai. 7Herlien Budiono, Op.Cit., Hlm. 46. Perjanjian formil adalah perjanjian yang selain dibutuhkan kata sepakat, juga dibutuhkan formalitas tertentu, sesuai dengan apa yang telah ditentukan oleh undang-undang. Contohnya pembebanan jaminan fidusia. 8Ibid., Hlm. 47-48
- Perjanjian bernama, perjanjian tak bernama dan perjanjian campuran. Perjanjian bernama adalah perjanjian yang secara khusus diatur di dalam undang-undang. Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak diatur secara khusus di dalam udang-undang. Misalnya perjanjian leaseing, franchising dan factoring. Sedangkan perjanjian campuran adalah perjanjian yang merupakan kombinasi dari dua atau lebih perjanjian bernama. Misalnya perjanjian pemondokan (kost) yang merupakan campuran dari perjanjian sewa menyewa dan perjanjian untuk melakukan suatu pekerjaan (mencuci baju, menyetrika baju, dan membersihkan kamar). 9Ibid., Hlm. 35-36.
Perjanjian non obligatoir terbagi menjadi:
- Zakelijk overeenkomst, adalah perjanjian yang menetapkan dipidindahkannya suatu hak dari seseorang kepada orang lain. Misalnya balik nama hak atas tanah. 10Komariah, Op.Cit., Hlm. 171.
- Bevifs overeenkomst, adalah perjanjian untuk membuktikan sesuatu. 11Ibid.
- Liberatoir overeenkomst, adalah perjanjian dimana seseorang membebaskan pihak lain dari suatu kewajiban. 12Ibid., Hlm. 172.
- Vaststelling overenkomst, adalah perjanjian untuk mengakhiri keraguan mengenai isi dan luas perhubungan hukum di antara para pihak. 13ibid.
Referensi
↑1 | Komariah, Hukum Perdata, Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2002, Hlm. 169. |
---|---|
↑2 | Ibid. |
↑3 | Ibid. Hlm. 171. |
↑4 | Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, Bandung: Citra Aditya, 2010, Hlm. 54-55. |
↑5 | Ibid. Hlm. 59. |
↑6 | Komariah, Op.Cit., Hlm. 171. |
↑7 | Herlien Budiono, Op.Cit., Hlm. 46. |
↑8 | Ibid., Hlm. 47-48 |
↑9 | Ibid., Hlm. 35-36. |
↑10 | Komariah, Op.Cit., Hlm. 171. |
↑11 | Ibid. |
↑12 | Ibid., Hlm. 172. |
↑13 | ibid. |