Pengampuan atau curatele dapat dikatakan sebagai lawan dari Pendewasaan (handlichting). Karena adanya pengampuan, seseorang yang sudah dewasa (meerderjarig) karena keadaan-keadaan mental dan fisiknya dianggap tidak atau kurang sempurna, diberi kedudukan yang sama dengan seorang anak yang belum dewasa (minderjarig). 1R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, Hukum Orang dan Keluarga (Personen en Familie-Recht), Surabaya: Airlangga University Press, 1991, Hlm. 237.
Menurut ketentuan Pasal 433 Burgerlijk Wetboek (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), ada 3 alasan untuk pengampuan, yaitu: 2Ibid.
- Keborosan (verkwisting)
- Lemah akal budinya (zwakheid van vermogen), misalnya imbisil atau debisil
- Kekurangan daya berpikir: sakit ingatan (krankzinnigheid), dungu (onnozelheid), dan dungu disertai sering mengamuk (razernij).
Sesuai dengan ketentuan Pasal 436 Burgerlijk Wetboek, yang berwenang untuk menetapkan pengampuan adalah Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman orang yang akan berada di bawah pengampuan. Sedangkan menurut Pasal 434 Burgerlijk Wetboek, orang-orang yang berhak untuk mengajukan pengampuan adalah:
- Untuk keborosan oleh setiap anggota keluarga sedarah dan sanak keluarga dalam garis ke samping sampai derajat ke-4 dan istri atau suaminya.
- Untuk lemah akal budinya oleh pihak yang bersangkutan sendiri apabila ia merasa tidak mampu untuk mengurus kepentingannya sendiri.
- Untuk kekurangan daya berpikir oleh:
- setiap anggota keluarga sedarah dan istri atau suami
- Jaksa, dalam hal ia tidak mempunyai istri atau suami maupun keluarga sedarah di wilayah Indonesia
Orang yang ditaruh di bawah pengampuan disebut curandus. Sedangkan orang yang menjadi pengampu disebut curator. Pengampuan mulai berlaku sejak hari diucapkannya putusan atau ketetetapan pengadilan. Dengan adanya putusan tersebut maka curandus yang berada di bawah pengampuan karena alasan kekurangan daya berpikir dinyatakan tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum dan semua perbuatan yang dilakukannya dapat dinyatakan batal. Sedangkan bagi curandus yang berada di bawah pengampuan karena keborosan, maka ia hanya tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum yang berkaitan dengan harta kekayaan. Sedangkan untuk perbuatan hukum lainnya, misalnya perkawinan tetap sah. 3Ibid., Hlm. 239.
Untuk curandus yang berada di bawah pengampuan karena alasan lemah akal budinya, terdapat perbedaan pendapat di antara para ahli hukum. Sebagian berpendapat bahwa curandus hanya tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum yang berkaitan dengan harta kekayaan saja. Namun yang lainnya berpendapat bahwa curandus tidak cakap dalam melakukan segala perbuatan hukum. 4Ibid.
Sekalipun curandus tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum, namun apabila curandus melakukan perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad), ia tetap harus bertangung gugat dengan membayar ganti rugi untuk kerugian yang terjadi karena kesalahannya. 5Ibid., Hlm. 240.
Pengampuan dapat berakhir karena alasan absolut dan alasan relatif: 6Ibid. Hlm. 241.
- Secara Absolut
- Curandus meninggal duni
- Adanya putusan pengadilan yang menyatakan bahwa sebab-sebab dan alasan-alasan di bawah pengampuan telah hapus.
- Secara Relatif
- Curator meninggal dunia
- Curator dipecat atau dibebastugaskan
- Suami diangkat sebagai curator yang dahulunya bersatus sebagai curandus (dahulu berada di bawah pengampuan curator karena alasan-alasan tertentu)
Berakhirnya pengampuan tersebut, menurut Pasal 141 Burgerlijk Wetboek harus diumumkan sesuai dengan formalitas-formalitas yang harus dipenuhi.
terimakasih artikel ini bermanfaat bagi saya , saya kurang mengerti hukum , saya ingin bertanya “apakah seorang yang normal atau cakap berhak memiliki kurator ? Atau apakah lawyer bisa juga dikatakan kurator ? siapakah yang memiliki kewenangan untuk menyetujui seorang kurandus atau tidak ?
Terimakasih
Terimakasih atas infonya
Terima kasih sangat membantu