Berbeda dengan perikatan yang bersumber dari perjanjian, pada perikatan yang bersumber dari undang-undang tidak berlaku asas kebebasan berkontrak. Karena dalam konteks ini suatu perbuatan menjadi perikatan karena kehendak undang-undang. 1Titik Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Perdata di Indonesia, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2006, Hlm. 260. Menurut ketentuan Pasal 1352 KUH Perdata, perikatan yang lahir dari undang-undang terbagi menjadi:
- Perikatan yang timbul dari undang-undang saja.
- Perikatan yang timbul dari undang-undang sebagai akibat dari perbuatan orang.
KUH Perdata tidak memberikan uraian yang lebih rinci mengenai perikatan yang timbul dari undang-undang saja. Namun dari beberapa literatur dapat diketahui bahwa perikatan yang timbul dari undang-undang saja merupakan perikatan-perikatan yang disebabkan oleh hubungan kekeluargaan. 2P.N.H. Simanjuntak, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, Jakarta: Djambatan, 2009, Hlm. 349. Yaitu yang diatur dalam Buku I KUH Perdata, misalnya hak dan kewajiban antara orang tua dan anak.
Sedangkan menurut Pasal 1353 KUH Perdata, perikatan yang timbul dari undang-undang sebagai akibat dari perbuatan orang terbagi lagi menjadi:
- yang terbit dari perbuatan halal atau dibolehkan oleh hukum (rechtmatige daad).
Contohnya adalah:- wakil tanpa kuasa (zaakwarneming) yang diatur dalam Pasal 1354 KUH Perdata;
- pembayaran yang tidak terutang (overschuldidge betaling) yang diatur dalam Pasal 1359 KUH Perdata;
- perikatan wajar atau perikatan alam (natuurlijke verbintenis) yang diatur dalam Pasal 1791 KUH Perdata.
- yang terbit dari perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad).