Sociological Jurisprudence merupakan salah satu aliran dalam filsafat hukum. Aliran ini memandang bahwa hukum yang baik haruslah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di masyarakat. Aliran Sociological Jurisprudence dengan tegas memisahkan antara hukum positif (the positive law) dengan hukum yang hidup (the living law).
Sociological Jurisprudence timbul sebagai proses dialektika antara aliran Positivisme Hukum (sebagai tesis) dengan Mazhab Sejarah (sebagai antitesis), dimana Positivisme Hukum memandang tidak ada hukum selain perintah penguasa (law is a command of lawgivers), sedangkan Mazhab Sejarah memandang bahwa hukum timbul dan berkembang bersama dengan masyarakat. Aliran Positivisme Hukum mengutamakan akal, sementara Mazhab Sejarah lebih mementingkan pengalaman. Dalam hal ini Aliran Sociological Jurisprudence menganggap akal dan pengalaman sama-sama penting.
Perbedaan Sociological Jurisprudence dan Sosiologi Hukum
Menurut Paton penggunaan istilah sociological dalam nama aliran ini kurang tepat dan dapat menimbulkan kekacauan karena dapat menimbulkan kerancuan antara Sociological Jurisprudence dan Sosiologi Hukum (the Sociology of Law). Paton lebih senang menggunakan istilah Metode Fungsional, sehingga beberapa penulis juga menyebut aliran ini dengan istilah Functional Anthropological.
Sociological Jurisprudence dan Sosiologi Hukum sebagaimana dikemukakan oleh Lily Rasjidi memiliki beberapa perbedaan, antara lain:
- Sociological Jurisprudence merupakan nama aliran dalam filsafat hukum, sedangkan Sosiologi Hukum adalah cabang dari sosiologi.
- Meskipun keduanya mempelajari objek yang berkaitan dengan pengaruh timbal balik antara hukum dan masyarakat, namun pendekatan yang digunakan berbeda. Sociological Jurisprudence menggunakan pendekatan hukum ke masyarakat, sebaliknya Sosiologi Hukum menggunakan pendekatan dari masyarakat ke hukum.
Sosiologi Hukum berupaya untuk menciptakan suatu ilmu mengenai kehidupan sosial sebagai suatu keseluruhan. Pembahasan Sosiologi Hukum meliputi bagian terbesar dari sosiologi dan ilmu poitik. Penyelidikan Sosiologi Hukum juga menitikberatkan pada masyarakat dan hukum sebagai suatu manifestasi semata, sedangkan Sociological Jurisprudence menitikberatkan pada hukum dan memandang masyarakat dalam hubungannya dengan hukum.
Ada dua tokoh yang berperan penting dalam aliran Sociological Jurisprudence, yaitu Eugen Ehrlich dan Roscoe Pound.
Eugen Ehrlich
Eugen Ehrlich adalah seorang ahli hukum Austria. Ia merupakan tokoh pertama yang meninjau hukum dari sudut pandang sosiologi. Hal ini menjadikannya sebagai pelopor aliran Sociological Jurisprudence. Menurut Ehrlich terlihat jelas adanya perbedaan antara hukum positif dengan hukum yang hidup di dalam masyarakat, dimana hukum positif akan memiliki daya berlaku yang efektif apabila selaras dengan hukum yang hidup di masyarakat.
Pandangan Eugen Ehrlich bertolak belakang dengan pandangan para penganut Positivisme Hukum. Ehrlich berusaha untuk membuktikan bahwa titik pusat perkembangan hukum tidak terletak pada undang-undang, putusan hakim atau ilmu hukum, melainkan pada masyarakat itu sendiri. Ehrlich menempatkan kebiasaan sebagai sumber hukum yang utama.
Lebih lanjut Ehrlich berpendapat bahwa hukum tunduk pada kekuatan-kekuatan sosial tertentu. Ketertiban dalam masyarakat didasarkan pada pengakuan sosial terhadap hukum, bukan karena penerapannya secara resmi oleh negara. Tertib sosial terjadi karena diterimanya hukum yang dilandasi oleh aturan dan norma sosial yang tercermin dalam sistem hukum, sehingga pihak-pihak yang berperan untuk mengembangkan sistem hukum harus mempunyai hubungan yang erat dengan nilai-nilai yang dianut dalam masyarakat tersebut.
Pendapat Ehrlich memiliki kemiripan dengan pandangan von Savigny, namun istilah yang digunakan berbeda. Ehrlich menggunakan istilah kenyataan sosial, sedangkan Savigny menggunakan istilah volksgeist. Kenyataan-kenyataan sosial yang anormatif menurut Ehrlich dapat menjadi normatif melalui empat cara, yaitu kebiasaan, kekuasaan efektif, milik efektif dan pernyataan kehendak pribadi.
Menurut Friedmann pemikiran Ehrlich meremehkan fungsi negara dalam pembentukan undang-undang. Pemikiran Ehrlich tersebut memiliki tiga kelemahan, yaitu:
- Ehrlich tidak memberikan kriteria yang jelas untuk membedakan norma hukum dengan norma sosial yang lain, sehingga teori sosiologi dari Ehrlich secara garis besar dapat digolongkan sebagai sosiologi umum.
- Ehrlich meragukan posisi kebiasaan sebagai sumber hukum dan sebagai suatu bentuk hukum. Posisi kebiasaan pada masyarakat primitif masih sangat penting untuk dijadikan sumber dan bentuk hukum, namun hal ini tidak berlaku pada masyarakat modern. Posisi kebiasaan pada masyarakat modern digantikan oleh undang-undang yang bergantung pada kenyataan-kenyataan hukum, namun berlakunya sebagai hukum tidak bersumber pada ketaatan faktual.
- Ehrlich menolak mengikuti logika perbedaan yang ia sendiri adakan antara norma hukum negara yang khas dengan norma hukum di mana negara hanya memberi sanksi pada kenyataan-kenyataan sosial. Norma hukum yang khas bertujuan untuk melindungi tujuan khusus negara, seperti kehidupan konstitusional, keuangan dan administrasi. Pada masyarakat modern norma yang khas tersebut terus bertambah sehingga menuntut lebih banyak pengawasan dari negara. Hal ini menyebabkan semakin berkurangnya peranan kebiasaan, bahkan sebelum pembuatan undang-undang secara terperinci.
Roscoe Pound
Roscoe Pound terkenal sebagai pencetus teori hukum sebagai alat untuk merekayasa masyarakat (law as a tool of social engineering). Pemikiran Pound berangkat dari pemikiran tentang pengaruh timbal balik antara hukum dan masyarakat. Menurut Pound, kepentingan-kepentingan yang harus dilindungi oleh hukum secara sistematis dapat dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu:
- Kepentingan umum (public interest), meliputi:
- Kepentingan negara sebagai badan hukum dalam memertahankan kepribadian dan substansinya.
- Kepentingan negara sebagai penjaga kepentingan masyarakat.
- Kepentingan masyarakat (social interest), yaitu:
- Kepentingan masyarakat akan keselamatan umum, seperti keamanan, kesehatan dan kesejahteraan, serta jaminan bagi transaksi-transaksi dan pendapatan.
- Perlindungan bagi lembaga-lembaga sosial yang meliputi perlindungan dalam perkawinan, politik dan ekonomi.
- Pencegahan kemerosotan akhlak, seperti korupsi, perjudian, pengumpatan terhadap Tuhan, transaksi-transaksi yang bertentangan dengan moral atau peraturan yang membatasi tindakan-tindakan anggota trust.
- Pencegahan pelanggaran hak (abuse of right)
- Kepentingan masyarakat dalam kemajuan umum, seperti perlindungan hak milik, perdagangan bebas dan monopoli, kemerdekaan industri, serta penemuan baru.
- Kepentingan masyarakat dalam kehidupan manusia secara individual, seperti perlindungan terhadap kehidupan yang layak, kemeredekaan berbicara dan memilih jabatan.
- Kepentingan pribadi (private interest), terdiri dari:
- Kepentingan kepribadian (interest of personality), meliputi perlindungan terhadap integritas (keutuhan) fisik, kemerdekaan kehendak, reputasi (nama baik), terjaminnya rahasia-rahasia pribadi, kemerdekaan untuk menjalankan agama yang dianutnya dan kemerdekaan mengemukakan pendapat.
- Kepentingan dalam hubungan rumah tangga (interest of domestic), meliputi perlindungan bagi perkawinan, tuntutan bagi pemeliharaan keluarga dan hubungan hukum antara orang tua dan anak-anak.
- Kepentingan substansi (interest of substance), meliputi perlindungan terhadap harta, kemerdekaan dalam penyusunan testamen, kemerdekaan industri dan kontrak, serta pengharapa legal akan keuntungan-keuntungan yang diperoleh.
Penggolongan kepentingan yang dibuat oleh Roscoe Pound tersebut menghubungkan antara prinsip hukum dengan praktik hukum, karena penggolongan kepentingan yang dibuat oleh Pound akan membantu menjelaskan premis-premis hukum yang dapat digunakan oleh para praktisi hukum seperti pembentuk undang-undang, hakim, pengacara dan pengajar hukum untuk menyadari prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang terkait dalam tiap persoalan khusus.
Roscoe Pound sebenarnya dapat digolongkan sebagai penganut paham Utilitarianisme yang melanjutkan pemikiran Jhering dan Bentham. Hal ini dapat disimpulkan dari pemikiran Pound yang menggunakan pendekatan terhadap hukum sebagai jalan ke arah tujuan sosial dan sebagai alat dalam perkembangan sosial. Di Indonesia konsep Pound dikembangkan oleh Mochtar Kusumaatmadja.
Referensi
- C.S.T. Kansil, 2002, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Balai Pustaka.
- Darji Darmodiharjo dan Shidarta, 2006, Pokok-Pokok Filsafat Hukum: Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
- Dewa Gede Sudika Mangku, 2020, Pengantar Ilmu Hukum, Klaten: Lakeisha.
- Muhamad Sadi Is, 2015, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Kencana.