Pada artikel sebelumnya telah dibahas beberapa teori yang digunakan apabila terdapat ketidaksesuaian atara kehendak dan pernyataan. Adanya ketidaksesuaian antara kehendak dan pernyataan dapat disebabkan karena beberapa hal, yaitu:
- Pernyataan (sebenarnya) tidak diinginkan;
- pernyataan betul diinginkan, tetapi tidak dalam arti sebagaimana diterima (ditafsirkan) pihak lawan;
- pernyataan diinginkan sesuai dengan yang dimaksud oleh pihak lawan, tetapi akibat hukumnya tidak diinginkan. 1Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, Bandung: Citra Aditya, 2010, Hlm. 80.
Pernyataan (sebenarnya) tidak diinginkan
- Vis absoluta
Telah terjadi paksaan, baik secara fisik maupun psikis. Contoh paksaan fisik adalah tangan seseorang dipegang untuk menandatangani suatu akta. Mengenai paksaan psikis diatur dalam Pasal 1324-1326 KUH Perdata. Contohnya adalah seseorang dipaksa untuk menandatangani akta dengan ancaman keluarganya akan dibunuh bila ia tidak mau menandatanganinya. 2Ibid., Hlm. 81. Menurut Herlien Budiono, dalam hal ini tidak terjadi kesepakatan, karena tidak ada kehendak untuk terwujudnya suatu akibat hukum. Meskipun demikian, adanya paksaan tersebut harus dibuktikan. 3Ibid. - Gangguan kejiwaan
Pada prinsipnya orang-orang yang tidak mampu menyatakan kehendaknya dengan benar atau tidak menyadari akibat hukum dari perbuatannya tidak dapat diminta pertanggung jawaban hukum atas apa yang telah ia lakukan. 4Ibid., Hlm. 81. Oleh karena itu undang-undang telah mengatur bahwa orang-orang yang mengalami gangguan kejiwaan ditempatkan di bawah pengampuan. Demikian pula dengan anak-anak yang belum dewasa ditempatkan di bawah perwalian. Karena orang-orang yang belum dewasa dipandang tidak dapat mengetahui atau memperkirakan akibat dari apa yang dilakukannya. - Terlepas bicara atau salah menulis
Menurut teori kepercayaan, meskipun maksud dan ucapan tidak sesuai, perjanjian tetap terjadi, asalkan pernyataan yang diberikan memberi kesan bahwa hal itulah yang dimaksud oleh yang bersangkutan. Namun apabila pihak lawan mengetahui dan mengerti bahwa sebenarnya yang dimaksud oleh pihak lainnya tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh yang bersangkutan, maka hal ini menjadi risiko dari pihak lawan. 5Ibid., Hlm. 82. - Keliru dalam menyampaikan berita
Seringkali adanya penawaran dan penerimaan disampaikan melalui wakil. Apabila terdapat kekeliruan dalam penyampaian oleh wakil, maka ketentuan yang sama dengan keliru karena terlepas bicara atau dalam menulis juga dapat diterapkan. Ketentuan tersebut hanya berlaku apabila pernyataan yang diberikan adalah karena kesalahannya sendiri (culpa in contrahendo) dan memberi kesan kepada pihak lawan bahwa hal itulah yang dimaksud. Namun apabila kesalahan ada pada wakil yang menyampaikan, maka kesalahan tersebut akan menjadi risiko dari si wakil dan tidak dapat dibebankan kepada yang menyuruh. 6Ibid. - Menandatangani suatu surat/akta yang tidak dimengerti/diketahui isinya
Dalam kehidupan sehari-hari, tentu kita sering menjumpai perjanjian baku yang ditawarkan oleh beberapa perusahaan, misalnya bank dan perusahaan asuransi. Seringkali perjanjian baku tersebut ditandatangani tanpa dibaca atau diketahui seluruh isinya oleh orang yang menandatangani. Meskipun si penanda tangan tidak membaca seluruh isinya, namun ia telah berkehendak dan sadar untuk menundukkan diri pada isi dari perjanjian baku itu. Sehingga apa yang diatur dalam perjanjian baku berlaku bagi dirinya. Hal yang sama juga berlaku terhadap formulir yang tidak diisi dengan lengkap dan langsung ditandatangani. 7Ibid., Hlm. 83-84.
Meskipun demikian, penundukan diri menjadi tidak berlaku apabila isi perjanjian baku telah dijelaskan secara lisan, namun penjelasan lisan tersebut tidak sesuai dengan apa yang terdapat di perjanjian baku. Adanya ketidak sesuaian ini harus dibuktikan. 8Ibid., Hlm. 84-85.
Pernyataan betul diinginkan, tetapi tidak dalam arti sebagaimana diterima (ditafsirkan) pihak lawan
- Pernyataan tidak cukup jelas atau disalahartikan
Pada umumnya adanya pernyataan yang tidak cukup jelas atau disalah artikan mengakibatkan tidak terbentuknya perjanjian karena tidak terdapat kesepakatan. Namun perjanjian tetap berlaku apabila seluruh kesalahmengertian tersebut diakibatkan oleh kesalah pihak yang menyatakan kehendak dengan tidak jelas atau secara meragukan, atau hal tersebut terjadi karena kurang teliti atau teledor dalam memberikan penjelasan sewaktu menyatakan kehendak. 9Ibid., Hlm. 85. - Pernyataan diterima oleh orang yang berbeda dari yang dituju
Apabila suatu surat penawaran semula ditujukan kepada A, namun ternyata disampaikan kepada B, maka berlakulah ajaran cacat pada kata sepakat karena kekeliruan. 10Ibid.
Pernyataan diinginkan sesuai dengan yang dimaksud oleh pihak lawan, tetapi akibat hukumnya tidak diinginkan
- Maksud yang ditahan (reservatio mentalis)
Apabila seseorang menyatakan sesuatu, namun sebenarnya ia tidak menginginkan akibat dari pernyataannya itu dan ia hanya menyimpan hal ini di dalam hatinya, maka tidak dapat dipungkiri bahwa telah ada pernyataan. Sehingga apabila merujuk kepada teori kepercayaan, dalam hal ini telah terbentuk suatu perjanjian. Karena pihak lawan hanya berpegang pada kepercayaan terhadap apa yang dinyatakan oleh yang bersangkutan. 11Ibid., Hlm. 86. - Senda gurau yang tidak diketahui pihak lawan
Apabila suatu pernyataan diungkapkan sebagai senda gurau, maka hal ini bergantung pada pihak lawan dalam menanggapinya. Apabila senda gurau tersebut diragukan, maka hal ini dianggap sama dengan keadaan maksud yang ditahan. 12Ibid. - Perbuatan pura-pura (simulasi)
Mengenai perjanjian simulasi akan dijelaskan pada artikel tersendiri.
Referensi
↑1 | Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, Bandung: Citra Aditya, 2010, Hlm. 80. |
---|---|
↑2 | Ibid., Hlm. 81. |
↑3 | Ibid. |
↑4 | Ibid., Hlm. 81. |
↑5 | Ibid., Hlm. 82. |
↑6 | Ibid. |
↑7 | Ibid., Hlm. 83-84. |
↑8 | Ibid., Hlm. 84-85. |
↑9 | Ibid., Hlm. 85. |
↑10 | Ibid. |
↑11 | Ibid., Hlm. 86. |
↑12 | Ibid. |